Minggu, 27 November 2011

Sepenggal Cerita


Flo memelankan laju sepeda motornya sembari ikut melongok pada kerumunan yang memacetkan jalanan sore itu. Saat matanya melihat dua sepeda motor jatuh dengan arah yang berlawanan, spontan dia menepikan motornya sendiri dan ikutan nimbrung mencari tahu.
                “Ada kecelakaan pak??” tanyanya sekadar memastikan pada bapak-bapak yang ada disana.
                “Iya mbak,” jawab bapak itu singkat.
                Flo merangsek kedepan, ada naluri yang mendorongnya untuk melihat lebih jelas. Dilihatnya dua orang pria terjatuh, masih utuh, tak ada darah yang mengalir atau sesuatu yang menjijikkan yang sekiranya akan dia lihat. Tapi keduanya sepertinya tidk dalam kondisi yang baik. Pria yang berkemeja putih itu berusaha bangkit dan sepertinya berusaha hendak melepas helm yang masih menutupi kepalanya. Flo menengok kiri kanan dengan heran, kenapa tidak ada yang bergerak untuk menolong. Pria yang satunya, yang berjaket kulit hitam masih tertelungkup, namun kelihatan masih bernafas walaupun dengan pelan.
                “Kok gak dibantuin pak??” tanyanya asal entah pada siapa.
                “Nunggu polisi mbak, takut,” seorang bapak yang berdiri disebelahnya menjawab.
                Ketika pria berkemeja itu mampu membuka helm, barulah Flo melihat ada sedikit darah yang merembes dipelipisnya. Dan mulutnya langsung menganga begitu menyadari siapa pria itu. Spontan suaranya keluar, “Pak tolongin pak, dia temen saya,” ucap Flo keras dengan kecemasan yang tidak bisa ditutupi. Dia bergerak mendekat dan spontan memapah cowok itu dengan dibantu seorang bapak. Menepikan cowok itu kepinggir trotoar. Nafas cowok itu tersengal dan dengan lemas dia bergayut pada bahu Flo. Flo merogoh tas ranselnya mencari handphone. Dengan gemetar, dengan tangan sebelahnya yang bebas Flo menelepon nomor rumah sakit yang pertama dilihatnya.
                “Mbak haloo,” ucapnya keras dan cemas,”tolong ambulans ada kecelakaan di Sudirman Km 3, cepet ya. Korbannya masih keburu ditolongin,” Flo menutup teleponnya dan memeriksa cowok itu selain pelipisnya apalagi yang terluka.
                Lima menit kemudian raungan sirine ambulans memecah suasana sore tepat bersamaan dengan kedatangan polisi. Cowok berkemeja dan berjaket kulit itu dibawa ke ambulans. Flo dimintai keterangan seadanya dan diminta ikut. Setelah terlebih dahulu masuk ke ruang ATM yang ada disekitar sana Flo melajukan motornya menuju rumah sakit.
                Flo mengenal pria berkemeja putih itu meskipun bukan perkenalan yang baik. Karena dalam dua kali pertemuan mereka pria itu telah mempermalukannya, ataulah demikian menurut pikiran Flo. Namun perasaannya sebagai manusia mengalahkan sakit hatinya dan membuatnya spontan ingin menolong pria itu.
                Sesampai di rumah sakit, Flo langsung mencari polisi dan tak sulit menemukannya. Setelah dimintai keterangan untuk kedua kalinya Flo dipersilahkan untuk mengurus hal-hal yang bersifat administrasi dan kondisi temannya.
                Azka, yah itu nama pria itu. Setelah dipastikan kondisinya Azka dipindah ke sal pasien. Dia hanya mengalami trauma benturan dan beberapa lecet dan memar. Sempat siuman dari pingsannya sebentar namun tertidur akibat pengaruh obat. Itu penjelasan suster tadi. Flo mengamatinya yang tengah tertidur, nafasnya masih sedikit tersengal namun sudah lebih stabil.
                Dia tidak bisa menghubungi keluarga atau siapapun yang dekat dengan pria ini, karena ternyata ponselnya menggunakan sandi untuk bisa dibuka. Dia memang tahu dimana Azka bekerja. Namun tetap saja tidak tahu siapa yang harus dihubungi. Dari alamat yang dia dapat hasil pemeriksaan dompet Azka, ternyata Azka bukan orang asli daerah ini. Alias juga perantau seperti dirinya. Flo meletakkan tas ransel Azka didalam lemari, lantas bergegas keluar. Menitip pesan sebentar di meja perawat lalu menyusuri lorong rumah sakit menuju parkiran.

                Flo berbaring dengan gelisah. Dia sudah menitip pesan pada perawat untuk menjaga Azka karena dia tidak bisa. Tapi nalurinya berontak. Berbagai pertanyaan yang menuntut rasa iba menghampirinya. Akhirnya Flo bangun, mengganti celana trainingnya dengan jeans, mengambil jaket dan beberapa keperluan pribadi miliknya dan menjejalkannya kedalam ransel. Tak lupa memasukkan beberapa makanan kecil dan mengisi botol air. Lalu Flo mengunci kamar, menghidupkan motor dan sebelum berangkat permisi dengan perasaan tak enak hati pada ibu kos karena telah mengganggu waktu istirahatnya.
                Disinilah Flo akhirnya, duduk di bangku kayu di depan kamar Azka dengan perasaan masih bimbang.
                “Loh mbak kok gak masuk??” seorang ibu yang melintas didepannya menegurnya halus.
                “Ohh, ehhh, anu sebentar lagi bu,” jawab Flo gelagapan karena kaget. Itu ibu yang menunggu pasien yang satu kamar dengan Azka.
                “Ibu masuk duluan ya. Tadi kirain mbak gak balik lagi.”
                Flo tersenyum kecut.
                Akhirnya Flo masuk setelah sepuluh menit lebih dalam kebimbangan yang gak jelas. Dihampirinya tempat tidur Azka dengan pelan. Cowok itu masih tertidur pulas. Flo tersenyum sendiri lantas meletakkan ranselnya disamping lemari dan memilih tidur selonjoran di sofa sambil membuka majalah, menanti waktu ngantuk.
                Flo membuka mata dengan badan pegal karena tidur dengan posisi persis anak kucing.
                “Bangun juga??” sebuah suara berat khas pria mengagetkannya. Spontan Flo mendongak dan mendapati Azka tengah melihat kearahnya dari atas tempat tidur. Tiba-tiba perasaan hangat dan malu menjalarinya.
                “Sori,”ucapnya spontan. “Sudah bangun?? Dari kapan??” tanyanya sambil duduk. Tak ada niat untuk berdiri untuk mendekat.
                Azka tertawa pelan lalu meringis pelan sebentar karena sepertinya menahan rasa sakit. “Percuma kamu nungguin, orang bangun kesakitan gak denger apalagi buat bangun.”
                Biasanya Flo akan tersinggung tingkat tinggi mendengar ucapan sinis seperti itu. Namun pagi ini dia sedang tidak ingin marah jadi Flo hanya tersenyum dengan perasaan tidak enak hati. Ucapan Azka benar adanya. Bukannya terjaga, Flo malah tidur pulas sampai pagi.
                “Aku tidak bermaksud apa-apa,” Flo memulai ucapannya. Karena minimal Azka harus tahu alasan dia ada disini. Dan sepertinya memberi penjelasan adalah hal yang penting buat Flo. “Aku kebetulan menemukanmu kecelakaan dijalan waktu aku pulang kantor kemarin sore. Aku yang membawamu kemari. Karena aku tidak tahu dan tidak bisa menghubungi keluarga atau temanmu jadi aku putuskan untuk menemani disini. Yeah walaupun kenyataannya tidak banyak membantu.”
                Azka masih bergeming. Hanya menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa dimengerti Flo. Merasa ditatap dengan aneh Flo berdiri dan mengambil ranselnya.
                “Karena kamu sudah sadar sepertinya aku bisa pulang,” ucap Flo sembari tersenyum. “Oh ya jangan lupa menghubungi keluarga dan tempat kerjamu,” Flo beranjak menuju pintu.
                “Kapan?” teriak Azka saat Flo sudah berjalan menuju pintu.
                Flo berbalik dengan mimik heran.
                “Maksudku,” ucapnya sambil mengatup mulut dengan ragu,”jam berapa kamu akan kemari lagi??”
                Kening Flo mengernyit. “Entahlah,” hanya kata itu yang akhirnya keluar dari mulutnya sambil menggelengkan kepala.
                “Aku tunggu,” ucap Azka pendek dan lirih tepat sebelum Flo berbalik menuju pintu. “Oh ya,”tiba-tiba Flo berbalik kembali. “Jangan buat sandi untuk handphonemu karena itu menyulitkan. Tapi itu memang hakmu, ini hanya saran,”ucap Flo sembari tersenyum dan melambaikan tangan sebelum benar-benar hilang dibalik pintu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar